d

Label

Rabu, 27 November 2013

Seminar Membangun Perdamaian dalam Keberagaman




Seminar membangun perdamaian dalam keberagaman Seminar Membangun perdamaian dalam keberagaman diselenggarakan oleh for Chinese Indonesian Studies UK Petra berlangsung damai dihadiri tokoh agama maupun masyarakat dari berbagai kalangan.
Bisakah Indonesia damai dalam keberagaman? Konflik yang bernuansa suku, agama dan ras makin sering terjadi di Indonesia. Hal ini dipicu oleh masyarakat Indonesia yang dilatarbelakangi oleh beragam suku, agama, dan golongan yang berbeda. Relasi yang kurang harmonis, prasangka, dan kesalah-pahaman sering terjadi dan sering pula menimbulkan konflik dan tindak kekerasan. Kalaupun usaha yang mengarah ke resolusi penyelesaian masalah sudah sering dilakukan, nampaknya akar masalah belum terkuak sehingga konflik sering terulang kembali.
CCIS (Center for Chinese Indonesian Studies) UK Petra tertantang untuk melakukan penelitian guna mencari tahu sumber masalah penyebab konflik serta mencari kemungkinan-kemungkinan penyelesaian masalah untuk mencapai perdamaian yang nyata. Delapan kali Focus Group Discussion (FGD) telah digelar untuk mendiskusikan masalah yang ada dan mencari solusi yang diharapkan. Anak-anak muda dari berbagai Perguruan Tinggi dan organisasi telah diundang untuk berpartisipasi dalam FGD tersebut. Seminar kali ini menyajikan hasil dari penelitian yang sudah dilaksanakan tahun lalu. Di samping itu juga akan dipaparkan oleh Dr. Paulus Wijaya diskusi menarik tentang membangun perdamaian dalam keberagaman yang bisa menjadi tantangan bagi kita bangsa Indonesia untuk berbenah diri menuju masyarakat Indonesia yang bersatu dan damai.
Penyebab Konflik oleh Prof. Esther Kuntjara, Ph.D. (Ketua Center for Chinese Indonesian Studies UK Petra) disebabkan oleh politik dan ekonomi, social budaya dan cara berdakwa merendahkan pihak lain. Resolusi konflik adalah Berteman dengan orang yang berbeda latar belakang perlu dipupuk untuk mengembangkan jiwa dan semangat nasionalisme. Lingkungan Kampus dan kaum muda diharapkan menjadi pemecah kebuntuan konflik sehingga perbedaan bisa dijembatani dengan berkomunikasi secara rutin sehingga terjalin persahabatan. Teori johan Galtung bahwa Equality equity mutual respect sehingga bisa mencapai perdamaian Membangun perdamaian dalam keberagaman Paulus Sugeng Wijaya, Ph.D. (Pusat Studi & Pengembangan Perdamaian UK Duta Wacana).
Dengan cara membereskan orangnya dengan membentuk karakter teori ketel nasi ketemu bareng makan Empat hal yaitu:
1. Kebajikan ibarat ranting pohon, kombinasi kekuatan dan kesempurnaan untuk melakukan fungsinya dengan sempurna. Manusia juga sama perangkulan kepada siapa saja tanpa memandang perbedaan latarbelakang social bahkan bisa merangkul musuh kita. Misalkan kerendahan hati, empati, kesediaan untuk terbuka dan terluka (vulnerabilitas), pengampunan, rekonsiliasi, kebenaran, keadilan restorative (pemulihan hubungan yang sudah retak), keterbukaan, kerjasama, imajinasi. melalui teladan kepada anak kita begitu pula belajar moralitas dengan meniru. Kalau ortu senang menciptakan perdamaian maka si anak akan berdamai.
2. Telos tindakan yang berorientasi pada matahari yang menentukan arah kita. Keberanian termasuk kebajikan dan kefasikan tergantung telosnya atau orientasi hidup.
3. Narasi atau kosakata membentuk tembok di antara mereka. Contoh: kisah William abad 1527 pertengahan dianggap budak (anak baptis) antara Negara dan gereja saat dipenjara lari di danau bongkahan es dan menolong akhirnya tertangkap dan dihukum mati. Bagi orang Kristen mengasihi dan mendoakan musuh kita. Di balik narasi yang tercipta di masyarakat perlu dikritisi keluar dr hermeneutic.
4. Praktek sosial kalau tindakan itu secara rutin dan tepada terus menerus sehingga membentuk kebajikan kita. Karakter berhubungan dengan tindakan kita pada kekerasan maka akan jadi kebiasan kekerasan. Contoh: pemberdayaan masyarakat sipil yg punya kekuatan budaya, pembangunan berwawasan damai, pengembangan demokrasi HAM, dialog studi dan kolaborasi lintas iman, berbagi tempat suci (live in), ibadah, transgormasi konflik.
Pertanyaan dari beberapa audiens antara lain:
1. Alex R Kaho (Forum komunikasi budaya Tionghoa Surabaya) budaya dan nama tionghoa ganti nama menyebabkan identitas diri jadi hilang antar saudara bisa pecah sehingga antar saudara bisa menikah. Gus Dur UU 12/2006 kita tidak merasa dibedakan antar suku dan agama.
2. Linggarjati masalah SARA dengan bahasa rohani pengampunan. Musuh SARA moh limo mendem, madat, madon, maling. Mungkinkah pengampunan terhadap kelima musuh tadi? ( Suku, bangsa, ras, agama).
3. Dosen filsafat UK Petra. Kedamaian, kekeluargaan, kedamaian, keindahan dan kemuliaan. Apa sikap terbaik sebagai minoritas? Jadilah sekuntum bunga teratai meskipun tumbuh di tengah lumpur tetap berbau harum.
Catatan:
Masalah ganti nama Tionghoa adanya keberanian untuk mengkritisi misalnya SBKRI sekarang sudah tak lagi berlaku artinya kita harus berani melawan ketidakadilan. SARA diciptakan untuk mencuci otak masyarakat Indonesia karena telah dipolitisasi jadi narasinya harus dihancurkan/dibuang.
Pengampunan Martin Luther King kita boleh membenci pada perbuatannya bukan pada orangnya. Akibat moh limo jadi rebut contohnya seorang suami khilaf terpeleset memukul anak bukan karakter kita tapi kekhilafan bisa dirubah dan diampuni. Kalau terus menerus harus bertobat dan diubah karakternya.
Cr : beritakaget.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar